KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA MENGAJARNYA (Studi Deskriptif Analisis di SMA Negeri ..(PEND-81)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah pendidikan merupakan topik yang senantiasa menarik dan selalu aktual untuk dibicarakan. Hal ini bukan saja karena pendidikan menyangkut hajat hidup orang banyak, tetapi secara langsung turut menentukan kualitas pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan dibidang pendidikan dan merupakan bagian integral dari peningkatan kualitas manusia Indonesia yang bertagwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, upaya meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus dilakukan .


Sekolah sebagai institusi (lembaga) pendidikan, merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan, oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan secara profesional. Lebih dari itu kegiatan inti organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan
kontribusi kepada pembangunan bangsa. Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa.

Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di jalur sekolah, guru memegang posisi paling strategis yang berada langsung di front paling depan melalui interaksi dengan peserta didik di kelas atau di luar kelas. Guru sebagai pelaku utama untuk merealisasikan program operasional pendidikan. Guru menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan agenda- agenda pendidikan nasional seperti peningkatan mutu dan relevansi, pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, dan peningkatan efisiensi. Hak-hak asasi guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat, dan warga negara perlu mendapat prioritas dalam pemberdayaannya. Upaya pembenahan kurikulum, perbaikan sarana, penyesuaian peraturan, manajemen dan sebagainya, tapi tanpa guru yang bermutu, semua itu tidak ada maknanya. Mungkin kurikulum “jelek” dan sarana yang “jelek” masih akan menghasilkan pendidikan yang baik apabila didukung oleh guru yang memiliki kualitas dan kinerja yang memadai. Sebagaimana dinyatakan Brandt (Supriadi, 2001:262) bahwa :
Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, penyediaan sarana dan prasarana hanya akan berarti apabila melibatkan guru

Dalam konteks proses pembelajaran di kelas, guru menempatkan
diri sebagai pengajar, pembimbing, ilmuan, fasilitator sekaligus motivator sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menyerap, menggali, dan menemukan konsep keilmuan maupun tata nilai yang dibelajarkan di kelas secara mandiri. Oleh karena itu guru harus memiliki kualitas keguruan yang memadai.
Ada sementara pandangan, terutama pada saat mulai maraknya pemamfaatan teknologi pendidikan, bahwa pendidikan dapat berlangsung tanpa guru. Pendapat ini kalau pendidikan diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan. Tetapi pada saat kita memandang pendidikan sebagai proses pendewasaan yang bermakna pengembangan karakter dan kepribadian, maka pendidikan tidak dapat berlangsung tanpa guru. Pandangan pentingnya peranan guru dalam pendidikan di abad ke-21 ini dianut oleh UNESCO sebagaimana di kutip oleh Soedijarto (Tilaar,2002:312) sebagai berikut :

The importance of the role of the teacher as an agent of change, promoting understanding and tolerance, has never been more obvious than today. It is likely to become even more critical in the twenty-first century. The need for change, from narrow nationalism to universalism, from ethnic and cultural prejudice to tolerance, understanding and pluralism, from autocracy to democracy in its various manifestations, and from a technologically divided world where high tecnology is the privilege of the few to a technologically united world places enormous responsibilities on teacher who participate in the moulding of the characters and minds of the new generation.

Karena itu, perbaikan mutu pendidikan akan tergantung pada perbaikan mutu guru. Dalam kaitan ini UNESCO sebagaimana dikutip oleh Soedijarta (Tilaar,2002:312) menyatakan sebagai berikut:

Improving the quality of education depens on firs improving the recruitment, training, social status, and conditions of work of teacher; they need the appropriate knowledge and skills, personal characteristics, professional prospect and motivation if they are to meet the expectation placed upon them.

Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, diatur, ditata dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain, sekolah sebagai lembaga tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan yang memerlukan pemberdayaan. Secara internal sekolah memiliki perangkat guru, murid, kurikulum, sarana, dan prasarana. Secara eksternal; sekolah memiliki dan berhubungan dengan instansi lain baik secara vertikal maupun horisontal. Di dalam konteks pendidikan, sekolah memiliki stakeholders (yang berkepentingan), antara lain murid, guru, masyarakat, pemerintah,*dunia usaha, oleh karena itulah sekolah memerlukan pengelolaan (manajemen) yang akurat agar dapat memberikan hasil optimal sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah signifikan sebagai kunci keberhasilan sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah.

Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah harus menjadi dinamisator dan komando dalam menggerakkan segenap potensi tenaga kependidikan khususnya guru dalam rangka mencapai tujuan dengan cara membantu guru-guru secara kooperatif untuk meningkatkan kinerja, karena para guru menginginkan Kepala Sekolah yang bukan saja secara teoritis memiliki syarat-syarat kepemimpinan umumnya, tetapi yang terpenting adalah penerapan melalui kepemimpinan yang benar-benar dirasakan dan berpengaruh terhadap kinerja guru.

Berdasarkan rumusan atas studi diatas menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Lipham (1985:2) mengatakan bahwa “kualitas kepemimpinan Kepala Sekolah secara substansial berpengaruh terhadap keberhasilan suatu sekolah”. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (Danim,2002:14) mengatakan bahwa “ keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu lulusan banyak ditentukan oleh kapasitas kepalanya, disamping adanya guru-guru yang kompeten.” Hal yang sama di kemukakan oleh Mulyasa (2003:42) bahwa:
Kepala sekolah merupakan the key person keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Ia adalah orang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai potensi masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah.

Beberapa survey yang dilakukan oleh Achmadi dan Supriadi tahun

1996 mengatakan bahwa:

1. Sekolah-sekolah yang mutunya baik memiliki preferensi yang tinggi di masyarakat memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan sekolah- sekolah yang mutunya biasa dalam hal gairah belajar siswa, motivasi guru, hasil belajar, dan iklim sekolah secara keseluruhan . Ciri-ciri tersebut diatribusikan oleh kepemimpinan kepala sekolah.

2. Iklim sekolah yang sehat berkaitan erat dengan meningkatnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta dengan produktivitas dan kepuasan guru. Prakarsa kearah terciptanya healthy school culture tersebut sebagian besar berada pada tangan kepala sekolah. Keberhasilan pendidikan tidak hanya semata-mata ditentukan
oleh kepemimpinan kepala sekolah, tetapi juga ditentukan oleh faktor guru. Upaya peningkatan kemampuan profesionalisme guru telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota maupun institusi sekolah melalui pengembangan tenaga kependidikan khususnya pendidikan dan pelatihan profesinal guru. Pengembangan profesional guru menjadi kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Didalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 44 tentang pendidik dan tenaga kependidikan dinyatakan bahwa “ Pemerintah dan pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.”

Para guru telah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/ kota maupun yang diselenggarakan oleh lembaga sekolah seperti pendidikan lanjutan, penataran, seminar, lokakarya, dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Berdasarkan hal tersebut diatas, disadari bahwa kepala sekolah melalui proses kepemimpinannya dan guru sebagai seorang pendidik dan pengajar, akan sangat menentukan terciptanya kondisi sekolah yang efektif. Fenomena yang terjadi kinerja mengajar guru masih rendah .

Fenomena diatas didukung oleh fakta empiris terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh siswa SMA Negeri 12 Pekanbaru , SMA Plus Propinsi Riau, SMA Negeri 10 Pekanbaru, SMA Negeri 7 Pekanbaru dan SMA Muhammadyah Pekanbaru.
Fenomena lain rendahnya kinerja guru terlihat dari rendah pengabdian, tanggung jawab, disiplin, kemampuan kerja, kreativitas, penguasaan kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi personal serta rendahnya sikap profesional guru.

Berdasarkan beberapa pandangan secara teoritis dan empiris tentang kinerja mengajar guru, kepemimpinan Kepala Sekolah dan pelatihan guru penulis merasa terdorong untuk mengkaji tentang kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan pelatihan guru terhadap kinerja mengajarnya di SMA Negeri Kota Pekanbaru Propinsi Riau.


0 Response to "KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA MENGAJARNYA (Studi Deskriptif Analisis di SMA Negeri ..(PEND-81)"

Post a Comment