BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan dunia. Manusia Indonesia yang diharapkan saat ini adalah manusia yang mampu mengembangkan keseluruh potensi yang dimilikinya, seperti halnya yang tercantum pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sekolah merupakan lembaga masyarakat mengemban amanat masyarakat untuk membantu menciptakan siswa yang memiliki kualitas yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan nasional tahun 2020, yaitu
”terwujudnya bangsa, masyarakat dan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi, maju dan mandiri” (Depdiknas, 2000:3). Kemudian dipertegas lagi dengan rumusan visi Indonesia 2020 yaitu :”terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara”
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan kinerja yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota- kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, sebaliknya sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Bila dibandingkan dengan pendidikan di Negara-negara Asean/Asia Timur, maka pendidikan di Indonesia masih tertinggal, baik dalam angka partisipasi, mutu, lama belajar penduduk, pemberantasan buta aksara, maupun anggaran pendidikan. Upaya-upaya untuk menggapai kemajuan pendidikan itu di Indonesia disinyalir masih sangat lamban, kesenjangan pendidikan antar wilayah masih sangat lebar, dan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun belum tuntas.
Pemerintah melalui Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu pertama meningkatkan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, kedua peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing, serta ketiga peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai cara diantaranya menyelenggarakan pendidikan yang bertaraf internasional.
Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah program wajib belajar 9 tahun, yang diamanatkan melalui instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Usaha pemerintah tersebut sampai sekarang masih banyak menemui kendala, padahal target yang dicanangkan sampai 2008 gerakan ini harus mencapai
95% keberhasilan.
Gerakan Wajar Dikdas 9 tahun tersebut berdampak pada satuan pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). SMP di tuntut untuk meningkatkan peran serta nya terhadap program tersebut dengan cara menjemput bola. Seperti halnya SD, SMP juga diwajibkan untuk menggratiskan pembiayaan pendidikan yang dibebankan kepada siswa. Kewajiban tersebut didukung penuh oleh Pemerintah dengan mensubsidi pembiayaan pendidikan secara total pada satuan pendidikan setingkat SMP.
Namun demikian Depdiknas harus bekerja keras karena *mendapat tantangan yang cukup berat yang harus diselesaikan, diantaranya masih tingginya angka drop out siswa SMP/MTs sebesar 2,15 persen. Kemudian proporsi tamatan SD/MI yang belum melanjutkan ke SMP/MTs/Sederajat masih tinggi yaitu 9,37%. Selain itu terdapat 298 atau 67,7% persen Kabupaten/Kota yang angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs-nya kurang dari 95%. Sampai saat ini, tercatat 1,4 juta dari 12,9 juta anak usia 13-15 tahun, atau sekitar 11%, belum menikmati bangku sekolah menengah pertama (SMP). Khusus di Kabupaten Tasikmalaya, jumlah anak usia 13-15 tahun yang belum mengenyam pendidikan setingkat SMP mencapai 14. 729 jiwa (Sumber : Pelangi Pendidikan Depdiknas).
Setiap warga Negara berhak memperoleh layanan pendidikan. Lebih dari itu, sebenarnya mereka wajib mengikuti pendidikan dasar yang dibiayai oleh pemerintah. Peran pemerintah tidak cukup dengan memberikan kapasitas layanan pendidikan untuk memperluas akses saja. Namun, tidak kalah pentingnya adalah mengelola dari sisi manajemennya.
Era globalisasi menuntut SMP memiliki daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja SMP , dan keunggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi ini.
Dalam menyongsong era globalisasi tersebut, pendidikan pada tingkat SMP harus bisa menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif, dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Pendidikan di Indonesia harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan sipritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Pendidikan pada jenjang SMP juga harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan lainnya baik lokal, nasional, maupun internasional.
Pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari bagaimana institusi pendidikan menjalankan fungsinya sebagai pencetak siswa unggul dan berkualitas. Institusi pendidikan merupakan sebuah lembaga yang bertugas mengantarkan peserta didik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Karena itu, semua kegiatan yang dilakukan didalamnya selalu dimaksudkan untuk cita-cita luhur tersebut. Namun sayang, dalam praktiknya lembaga ini sering dihadapkan pada problem-problem manajerial dan administratif sehingga tujuan dan sasaran pendidikan yang setali tiga uang dengan peningkatan sumber daya manusia tidak optimal. Akibatnya, banyak lulusan yang dihasilkannya hanya menampilkan fenomena ironis dan justru menebalkan pesimisme kita terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
Di era otonomi institusi pendidikan sekarang ini, tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan SMP yang bermutu tak lepas dari bagaimana kompetensi kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola lembaganya.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kepala sekolah mampu memahami, mendalami, dan menerapkan konsep-konsep ilmu manajemen yang berkembang dewasa ini. Aplikasi manajemen pada lembaga pendidikan ini bukan berarti menjadikannya sebagai lembaga profit sebagaimana dilakukan oleh lembaga-lembaga bisnis yang lebih dulu mengaplikasikannya, tetapi semata-mata untuk menciptakan SMP yang dikelola agar menjadi lebih efektif tan efisien baik bagi sekolah sebagai lembaga maupun bagi masyarakat sebagai pengguna (stakeholder).
Terkait dengan itu, seorang pakar manajemen pendidikan dari Amerika Serikat, Sammon (1994), merekemondasikan dalam sebuah penelitiannya bahwa efektivitas dan kemajuan sekolah di Negara-negara modern itu karena dibangun mulai dari sisi kepemimpinan dan penataan kembali manajemennya. Kedua variabel yang saling berkaitan ini diyakininya dapat menyulap lembaga pendidikan dari yang biasa menjadi luar biasa, yang stagnan menjadi yang maju. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang unggul dapat tercapai apabila dalam lembaga tersebut didukung oleh kepemimpinan dan manajemen yang baik, kokoh, dan tangguh.
Sebaliknya, jika kepemimpinan kepala sekolah tidak disertai dengan manajemen yang baik, tentu akan melahirkan kepala sekolah yang buruk dan tidak becus untuk diamanahi mengelola lembaga pendidikan. Begitupun dengan manajemen, bila tidak didukung oleh kepala sekolah yang kompeten dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah, ia tidak akan memunculkan sistem manajemen sekolah yang efektif.
Kepala sekolah menengah pertama yang berkompetensi yaitu yang responsif terhadap berbagai perubahan yang berlangsung dalam kehidupan. Sekolah membutuhkan seseorang yang dapat mengadaptabilitas perubahan kedalam kehidupan organisasi. Adaptabilitas organisasi terhadap perubahan harus difasilitasi oleh kompetensi yang memadai dari seorang kepala SMP. Kepala SMP secara memadai memiliki kemampuan mengelola kehidupan organisasi dan menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Dalam kenyatannya, kepala SMP di Indonesia pada umumnya memiliki otonomi terbatas untuk mengelola sekolah dan mengalokasikan dana yang yang diperlukan. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kemampuan kepala SMP untuk meningkatkan efektivitas sekolah masih belum optimal. Demikian pula derajat otonomi kepala SMP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masih bersifat perpanjangan tangan tingkat atas.
Upaya untuk meningkatkan kompetensi kepala SMP dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya sebagai seorang manajer dalam meningkatkan kinerja sekolah, diperlukan pemahaman dan penguasaan kompetensi yang memperlihatkan bahwa kepala SMP memiliki kemampuan memiliki kemampuan dalam mengelola manajemen sekolahnya sehingga kinerja sekolah dapat tercapai dengan baik.
Dari paparan diatas, pelaksanaan manajemen sekolah yang menyeluruh serta diimbangi dengan kompetensi kepala sekolah yang baik akan memperlancar proses pendidikan yang terjadi pada suatu sekolah sehingga akan menghasilkan kinerja sekolah yang diharapkan. Atas dasar itu, pada penelitian ini penulis akan mengangkat judul mengenai pengaruh pelaksanaan manajemen sekolah dan kompetensi kepala sekolah terhadap kinerja sekolah. Secara lengkap judul tersebut, yaitu : Pengaruh Kompetensi Kepala sekolah dan Implementasi Manajemen Sekolah terhadap Kinerja Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Tasikmalaya.
0 Response to "PENGARUH KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH TERHADAP KINERJA SEKOLAH PADA SMP NEGERI DI KABUPATEN ......(PEND-105)"
Post a Comment