KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH : (PEND-69)

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi menyiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan di segala bidang. Dalam menjalankan perannya sebagai pencetak sumber daya manusia, sekolah dituntut untuk dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat secara mikro maupun makro. Dalam memenuhi harapan dan keinginan masyarakat yang semakin meningkat, maka sekolah sebagai organisasi pendidikan harus berupaya untuk mengkaji berbagai kelebihan dan kelemahan sekolah serta selalu berupaya mencari cara untuk melakukan perbaikan terus menerus serta berupaya mengidentifikasi segala tantangan dan ancaman sebagai upaya menciptakan produktivitas sekolah yang diharapkan.


Sekolah sebagai organisasi sosial diharapkan mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat mengenai pendidikan berkualitas yang mampu menyiapkan sumber daya yang dapat bersaing dalam percaturan dunia yang semakin kompleks. Untuk kepentingan ini, produktivitas sekolah menjadi syarat yang tidak bisa ditawar lagi karena karakteristik umum sekolah produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah tersebut, apakah dapat memberikan peluang untuk mencapai produktivitas tinggi. Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah dan kualitas kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.

Mulyasa (2007:92) mengemukakan: “Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien”. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendididikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Untuk menguasai teknik-teknik tersebut harus dilakukan proses belajar. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun menjadi semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan.

Namun, berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa produktivitas pendidikan di Indonesia sampai beberapa tahun terakhir belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Tingginya tingkat pengangguran, menurunnya kualitas moral bangsa serta ketertinggalan Indonesia dalam percaturan internasional menunjukkan masih rendahnya produktivitas pendidikan di negara kita. Produktivitas pendidikan di negara kita ditinjau dari aspek administrasi, perubahan perilaku siswa maupun dari aspek

ekonomi masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang indeks pengembangan manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke 107 dari 177 negara yang diteliti. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Dan jika Indonesia dibanding dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-
7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam komposit IPM adalah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas SDM ini adalah merupakan gambaran mutu pendidikan yang rendah.

Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Badan PBB yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 diantara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0,935, dibawah Malaysia (0,945). Rendahnya mutu pendidikan Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing menurut Word Economic Forum, 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Malaysia ke-21, Singapura ke-7. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru dilihat dari kelayakan guru mengajar baik di negeri maupun swasta. Menurut Balitbang Diknas guru- guru yang layak mengajar untuk tingkat SD 28,94 %, SMP Negeri 54,12 %, SMP Swasta 60,99%, SMA Negeri 65,29 %, SMA Swasta 64,73 %, guru SMA Negeri 55,91 %, Swasta 58,26 %.

Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya, termasuk Indonesia. (Dinas Pendidikan Nasional 2008).

Mutu pendidikan yang rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas sekolah. Proporsi jumlah guru SD, SMP, dan SMA yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan mendekati 50% dapat menyebabkan kualitas hasil pendidikan kurang memuaskan. Dalam forum pengukuran dan assessmen internasional, Indonesia selalu berada di peringkat bawah. Hasil pengukuran yang dilaksanakan oleh TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) terhadap 38 peserta pada tahun 2000 menunjukkan negara Indonesia hanya mampu meraih ranking 34 untuk mata pelajaran IPA dan rangking 32 untuk mata pelajaran matematika. Peringkat ini berada di bawah Malaysia (16 dan 21) dan Tailand (27 dan 24). Hasil assessment PISA (Program for International Student Assessment) pada tahun
2003 pada literacy membaca, matematika dan IPA terhadap 41 peserta menunjukkan negara Indonesia hanya mampu meraih ranking ke 39 pada literacy membaca dan matematika sedangkan literacy IPA mendapat ranking 38. Peringkat ini berada di bawah Thailand yang selalu mendapat peringkat 32 (Fasli Jalal, 27 Februari 2006).

Indikator mutu sumber daya manusia yang diukur melalui Human Development Index (HDI) menunujukkan Indonesia masih berada pada posisi rendah bila dibandingkan dengan 179 negara lainnya. Peringkat HDI Indonesia selalu berada di atas 100, kalah dengan Thailand, Malaysia dan Philipina. Dalam persaingan kerja di pasar global, Indonesia hanya mampu mengisi ruang tenaga kerja asing terdidik di wilayah Asia Timur sekitar 20.000 orang pada tahun 2001 sedangkan negara Thailand telah mampu mengisi tenaga kerja paling banyak yaitu 1.055.300 orang (Fasli Jalal, 27 Februari 2006).
Indikator mutu pendidikan yang ditetapkan menggunakan standar kelulusan pada nilai terendah 4.25 dari skala 10 untuk 3 mata pelajaran masih belum mencapai angka kelulusan 100%. Pada Ujian Nasional (UN) tahun 2005, siswa SMA/MA yang tidak lulus mencapai 20,6%, SMK 22,2% dan SMP/MTs/SMP Terbuka 13,4%. Nilai rata-rata UN tahun 2003/2004 = 5,55 dan pada tahun 2004/2005 mulai meningkat menjadi 6,76 (Rencana Strategis Depdiknas 2005-2009). Menurut berbagai macam indikator mutu pendidikan tersebut, pendidikan di Indonesia belum dapat menunjukkan hasil yang optimal. Kelemahan hasil pendidikan tesebut, antara lain disebabkan karena guru yang belum kompeten.

Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki potensi dan sekolah harus
mengetahui potensi yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat. Dengan demikian potensi peserta didik akan berkembang secara optimal.
Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan berbasis pada sekolah. Sekolah merupakan basis peningkatan kualitas, karena sekolah lebih mengetahui masalah yang dihadapi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah berfungsi sebagai unit yang mengembangkan kurikulum, silabus, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan basis peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu penerapan manajemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk memberdayakan potensi yang ada di sekolah dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan.

Kesadaran pemerintah terhadap pentingnya pendidikan berkualitas dewasa ini semakin nyata, hal ini terbukti dengan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap guru dan dosen berupa digulirkannya undang-undang guru dan dosen no.14 tahun 2005. Lahirnya undang-undang ini menjadi angin segar bagi perkembangan pendidikan di negara kita, walaupun sampai saat ini masih muncul berbagai kontroversi dalam pelaksanaannya. Disamping itu, perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan juga diwujudkan melalui penentuan standar kelulusan bagi peserta didik pada Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini pun mengundang kontroversi yang semakin berkepanjangan serta menimbulkan permasalahan baru dalam dunia pendidikan.

Ketidaksiapan sekolah dalam menerapkan ketetapan pemerintah tersebut menyebabkan timbulnya berbagai kecurangan dan pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional, sehingga kejujuran sistem pendidikan di negara kita ini masih dipertanyakan. Namun kita tidak perlu saling mempersalahkan terhadap kekacauan sistem pendidikan kita saat ini, yang perlu kita lakukan adalah bersama-sama membenahi dan memperbaiki sistem pendidikan kita. Dalam hal ini, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan berperan penting dalam memperbaiki kondisi pendidikan kita yang sedang carut marut seperti saat ini. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki peran yang sangat besar untuk membawa guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk secara bersama-sama melakukan perbaikan dalam segala hal. Tuntutan pemerintah terhadap pendidikan berkualitas harus ditanggapi kepala sekolah dengan memberikan motivasi terhadap guru untuk terus mengembangkan diri serta berbagai potensi yang mereka miliki, serta memfasilitasi mereka agar terus belajar dan berkarya dengan penuh semangat dan kejujuran.

Pelaksanaan program sertifikasi yang baru berjalan sekitar satu tahun belum dapat dinilai keberhasilannya, namun selama program tersebut berlangsung, program tersebut belum memberikan kontribusi positif bagi perwujudan sekolah produktif, tetapi lebih mengarah kepada peningkatan kesejahteraan guru. Tidak sedikit guru yang telah lulus sertifikasi namun kinerjanya tidak meningkat, artinya program sertifikasi guru dan dosen tidak menjamin bahwa produktivitas pendidikan kita akan meningkat. Walaupun demikian kita selalu berharap program tersebut memberi manfaat yang signifikan bagi perkembangan pendidikan kita dewasa ini.

Sumber daya manusia berkualitas merupakan produk yang dihasilkan oleh suatu lembaga yang berkualitas pula dalam hal ini sekolah. Sekolah yang didukung oleh pemimpin yang profesional serta didukung oleh guru dengan kinerja yang tinggi akan mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap produk pendidikan.
Kunci keberhasilan sekolah terletak pada kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, partisipasi orang tua dan para stekholders. Guru sebagai pelaksana dalam pembelajaran hendaknya memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Artinya guru harus memiliki kesadaran dan kecintaan terhadap profesinya. Dengan adanya kesadaran dan kecintaan terhadap pekerjaannya sebagai guru, maka kinerjanya akan lebih baik, kesadaran untuk mengembangkan potensi dirinya juga akan semakin meningkat.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya peningkatan kompetensi profesional serta kualitas kinerjanya, maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berperan penting untuk selalu memberikan motivasi, dukungan serta penyediaan fasilitas terhadap guru sehingga akan tumbuh kesadaran pada diri mereka untuk selalu belajar dan terus belajar serta selalu berupaya mengembangkan diri seiring perubahan yang berlangsung sangat cepat. Kepemimpinan dengan pendekatan yang sesuai sangat dibutuhkan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah. Dengan demikian kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu mengembangkan gerakan inovatif, mampu memberdayakan staf dan sekolah sebagai organisasi pendidikan ke dalam suatu perubahan cara berpikir, pengembangan visi, pengertian dan pemahaman yang terus menerus melalui pengolahan aktivitas kerja dengan memanfaatkan bakat, keahlian, kemampuan, ide dan pengalaman sehingga semua guru merasa terlibat dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

Kesadaran guru terhadap peningkatan kompetensi profesional serta kualitas kinerjanya harus dilandasi komitmen yang kuat terhadap sekolah sebagai organisasi tempat mereka bekerja dan mengamalkan ilmunya. Komitmen guru sangat diperlukan demi keberlangsungan sekolah sebagai organisasi pendidikan. Salah satu upaya mewujudkan komitmen yang kuat terhadap organisasi adalah bagaimana kepala sekolah sebagai pemimpin mengkondisikan guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk bekerja dan melaksanakan tugasnya sesuai harapan kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi pendidikan. Rendahnya komitmen guru memberikan kerugian tidak hanya kepada guru sebagai individu tetapi juga kepada siswa sebagai pengguna jasa pendidikan.

Steer dan Porter (1983) menyatakan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul dalam diri karyawan tidak hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkuatan. Tingginya komitmen guru terhadap pekerjaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru sebagai pemegang kunci keberhasilan pembelajaran, dengan demikian produktivitas sekolah yang diharapkan akan lebih mudah terwujud.

Melalui penerapan kepemimpinan serta peningkatan kinerja guru diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekolah, dengan demikian akan terwujud sekolah berkualitas yang mampu mencetak generasi yang dapat bersaing dan berperan penting dalam percaturan dunia baik lokal maupun internasional. Kerjasama yang solid antara guru dan kepala sekolah melalui penerapan kepemimpinan serta peningkatan kinerja guru merupakan suatu langkah perbaikan dalam rangka peningkatan produktivitas sekolah. Untuk melihat bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan produktivitas sekolah dan bagaimana kinerja guru dalam meningkatkan produktivitas sekolah, maka perlu dilakukan suatu studi mengenai hal tersebut.

0 Response to "KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH : (PEND-69)"

Post a Comment