PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA SMA (Studi Pengembangan di SMA Darul Hikam Bandung) (PEND-87)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sadar akan hakikatnya, setiap manusia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah perilaku menuju ke hal yang lebih baik itu tidaklah semudah yang dibayangkan. Perubahan itu melalui perjalanan yang panjang, berjenjang, dan berkesinambungan. Satu- satunya jalur yang dapat ditempuh yakni pendidikan.


Pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh bangsa dan masyarakat Indonesia tetapi juga oleh Negara-negara maju. Bahkan di negara-negara industri dimana ikatan moral sudah semakin longgar, masyarakatnya sudah mulai merasakan perlunya pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan.


Masalah pendidikan tidak lepas dari keberadaan siswa yaitu orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangannya harus melalui proses belajar. Termasuk di dalamnya belajar mengenal diri, belajar mengenal orang lain, dan belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Ini dilakukan agar siswa dapat mengetahui dan menempatkan posisinya di
tengah-tengah masyarakat sekaligus mampu mengendalikan diri.

Kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah (Nursisto, 2002:78). Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah dianggap barang biasa dan untuk memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja keras dari berbagai pihak untuk mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap disiplin dan tata tertib sekolah tersebut perlu dicegah dan ditangkal.

Membicarakan tentang kedisiplinan sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum (Harian pikiran rakyat, kamis 18 Desember 2008).

Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti: kasus bolos, perkelahian atau tawuran, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.

Menyimak dan menyaksikan pemberitaan di media massa dan elektronik akhir-akhir ini menggambarkan bahwa tingkat kedisiplinan siswa
umumnya masih tergolong memprihatinkan. Kuantitas pelanggaran yang dilakukan oleh siswa semakin bertambah dari waktu ke waktu. Beberapa masalah yang kerap terjadi di sekolah, dan barangkali hal ini juga terjadi hampir di semua sekolah diantaranya: (1) mengabaikan atau pelanggaran tata tertib sekolah, khususnya tentang berpakaian dan berpenampilan; (2) membolos pada mata pelajaran tertentu; (3) merokok di lingkungan sekolah; (4) terlambat masuk sekolah; (5) berpacaran di lingkungan sekolah yang cenderung agresif, ditempat terbuka, tanpa ada perasaan malu atau risih; (6) geng siswa, atau kelompok siswa dengan tanpa identitas jelas; (7) pertikaian antar siswa; (8) perkelahian antar sekolah; (9) hegemoni siswa senior; (10) rovokasi cenderung negatif dari alumni; (11) tidak peduli terhadap kebersihan dan keindahan lingkungannya, termasuk coret mencoret dinding sekolah dan fasilitas sekolah; (12) penggunaan psikotropika dan narkotika; (13) nongkrong di luar area sekolah, seperti tempat game atau internet; (14) pencurian barang siswa lain saat lengah; (15) malas belajar; (16) tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.

Hasil penelitian terhadap kenakalan remaja (Masngudin HMS, 2007) pada umumnya dikategorikan sebagai anak bersekolah di kota besar dilihat dari bentuk dan persentasenya adalah sebagai berikut: (1) berbohong 100%; (2) pergi keluar rumah tanpa pamit 100%; (3) keluyuran 93.3%; (4) begadang
98.3%; (5) minum-minuman keras 83.3%; (6) penyalahgunaan narkotika
73.3%; (7) kebut-kebutan 63.3%; (8) berkelahi dengan teman 56.7%;
9) hubungan sex di luar nikah 40%; (10) berjudi 33.3%; (11) membolos
23.3%; (12) melihat gambar porno 23.3%; (13) menonton film forno 16.7% Tumbuh kembangnya perilaku buruk menurut Dreikuns dan Cossel
(1994) berdasarkan hasil pengamatannya menjelaskan bahwa perilaku buruk yang muncul pada anak didik secara spesifik terkristalisasi menjadi: (1) untuk menarik perhatian; (2) untuk mendapatkan kekuasaan; (3) dipicu perasaan dendam; dan (4) mempertontonkan kekuranganya.

Untuk lebih jelasnya pengertian masing-masing aspek yang dimaksud dapat disimak dari contoh-contoh kasus berikut: pada kasus untuk menarik perhatian orang lain, guru atau orang tua, anak biasanya menggunakan 2 cara yaitu melalui perilaku aktif distruktif dan pasif deskriftif. Pertama, pada khususnya aktif distruktif, anak menjalankan aksinya dengan cara melakukan kebaikan yang sangat mencolok untuk menutupi “Kekuatan Buruk” yang sebenarnya itikad jelek pada siswa. Lantaran intensitas melakukan perbuatan tersebut bukan untuk belajar atau bekerjasama, melainkan berusaha menonjolkan dalam rangka menarik perhatian khusus. Kekeliruan anak dalam menyesuaikan diri lewat menarik perhatian, akan tampak lebih jelas manakala pujian atau perhatian yang diharapkan tidak berhasil di dapatkan, maka sikap anak baik yang dilakukan akan berakhir.

Kedua, pada kasus pasif distruktif, anak menjalankan aksinya untuk menarik perhatian dalam format “anak manis, anak kesayangan guru atau anak perlu belas kasihan semakin banyak usaha yang dilakukan oleh anak untuk mencapai tujuannya makin tinggi perhatian yang diharapkan oleh anak, namun bila perhatian yang diharapkan dari guru tidak sepadan dengan usaha yang dilakukan, maka anak tidak bergairah lagi untuk belajar efeknya cenderung menjadi pemalas, bahkan kearah yang negatif. Jika orang tua atau guru tidak segera mengambil tindakan dalam menghadapi tuntutan anak untuk memperoleh perhatian yang berlebihan tersebut, biasanya anak akan melakukan ekpasi terhadap kekuasaannya agar menjadi penguasa pada diri anak akan tumbuh pikiran-pikiran yang menjurus salah seperti sifat ego pribadi yang penting bagi saya orang lain masa bodoh, jika sifat berkuasa pada siswa muncul di kelas, biasanya guru akan berpikir bahwa eksistensinya sebagai penguasa kelas, biasanya guru melakukan serangan balik untuk meredam munculnya bibit kekuasaan pada siswa dan jika langkah tersebut benar-benar dilakukan oleh guru, barang kali sama halnya guru telah menuangkan bensin kedalam api yang menyala.

Secara garis besar banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar di sekolah. Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangannya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.

Kedisiplinan siswa sering kali kita dengar sebagai suatu masalah di sebuah sekolah, apalagi pada jenjang sekolah menengah yang siswa- siswanya beranjak dewasa dan mulai belajar mengenal jati diri pribadinya, dimana siswa sering melakukan pelanggaran di sekolah. Dalam kaitanya dengan penegakkan kedisiplinan, masih ada guru yang menggunakan hukuman dalam penegakkan disiplin di sekolah. Bahkan di jaman tahun 80 an sekolah-sekolah yang dianggap baik terkenal karena peraturan yang ketat dan disiplin yang tinggi. “Sekolah itu bagus karena disiplinnya kuat sekali, buktinya tiap ada anak yang melanggar peraturan dihukum dengan hukuman yang berat.” Komentar para orang tua siswa di jaman itu. Demikianlah dijaman itu sekolah yang pandai menghukum siswanya dengan hukuman berat malah diburu para calon orang tua siswa.

Banyak pihak yang masih menghubungkan penegakan disiplin di sekolah dengan menghukum siswa. Padahal kedua-duanya tidak saling berhubungan. Karena terbukti penegakan disiplin dengan hukuman hanya akan membuahkan sikap disiplin yang semu yang lahir karena ketakutan bukan karena lahirnya kesadaran akan perbaikan perilaku.

Banyak contoh penerapan disiplin siswa di sekolah yang mengarah pada penerapan pendisiplinan dengan kekuatan fisik, seperti yang terjadi di IPDN Jati Nangor Jawa Barat sehingga megakibatkan korban baik meninggal atau cacat fisik, tetapi yang lebih parah lagi adalah psikis (mental) sehingga anak didik akan merasa dendam dan akan membalasnya kepada adik-adik tingkatnya dengan dalil pendisiplinan.

Bila anak tidak mampu lagi melakukan perlawanan untuk mendapatkan kekuasaannya maka anak akan mencari cara lain, untuk melakukan tindakan pembalasan yakni dendam, munculnya sifat dendam pada anak biasannya perasaan anak yang terpukul yang disebabkan oleh perilaku guru baik secara batin (kata-kata yang menyakitkan) maupun Fisik (Mohammad Efendi, 2006)

Di SMA Darul Hikam yang merupakan objek penelitian penulis, dalam melaksanankan penerapan sikap disiplin siswa ternyata masih jauh dari harapan sekolah, terbukti dengan masih adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah seperti tidak membuat tugas, terlambat datang ke sekolah, berbohong, mengaktifkan handphone saat jam belajar, tidak berboncengan motor antara laki-laki dan perempuan, terlambat masuk kelas setelah jam istirahat, pemakaian seragam yang tidak lengkap, bagi siswa laki-laki rambut yang kurang rapi, dan bagi siswa perempuan jilbab yang tidak memakai kerudung dalam.

Menurut guru bimbingan konseling di sekolah tersebut, yang melatar belakangi siswa melakukan sikap tidak disiplin diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada anaknya dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak , adanya perkembangan media elektronik, kurang demokratisnya pendekatan dari orang tua, lingkungan keluarga yang notabenenya keluarga tingkat ekonomi menengah ke atas sehingga anak kurang mandiri dan manja, mencari perhatian guru, ego yang tinggi, dan anak tinggal tidak dengan orangtuanya melainkan dengan saudara atau kerabatnya. Karakter siswa tersebut menimbulkan sulitnya menanamkan disiplin, terutama disiplin ketika siswa datang ke sekolah tepat waktu.

Berkaitan dengan permasalahan di atas, penulis pada penelitian yang akan dilakukan, mengangkat judul “PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA SMA TAHUN AJARAN 2009/2010”. Dengan harapan agar dalam menegakkan kedisiplinan siswa hendaknya setiap penegak disiplin sekolah dapat menerapkan metode bagaimana meningkatkan kedisiplinan siswa dengan kesadaran sendiri dan penuh tanggung jawab dan mengubah pola penerapan disiplin tidak dengan hukuman berat. Disinilah pentingnya peran guru bimbingan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat mengoptimalkan perkembangan anak-anak dan remaja, dengan alasan pertama, pemberian layanan bantuan dalam bimbingan dan konseling didahului oleh upaya-upaya pemahaman kemampuan, karakteristik dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para peserta didik. Kedua, pemberian layanan bimbingan konseling dilaksanakan secara individual, kelompok, klasikal dan massal.

Setiap layanan dan kegiatan bimbingan konseling, termasuk materi bimbingan yang akan dilaksanakan seyogyanya dapat secara langsung mengacu pada satu atau lebih fungsi-fungsi bimbingan konseling agar hasil yang akan dicapai secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

0 Response to "PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA SMA (Studi Pengembangan di SMA Darul Hikam Bandung) (PEND-87)"

Post a Comment